kala duri hitam menumbuh dalam daging kita, benak kita semakin tenteram untuk menumpangkan racun darinya, badan tidak pedih mengalirkan darah yang paling cemar kerananya kita tidak lagi merintih sakit atau teringin mencabutnya dalam waktu semakin bertumbuh noda, nurani kita remuk-redam...

seutas tali tercangkuk merentangi tubuh kita kau berjalan pantas, aku turut melangkah laju aku berbelok kiri, tubuh kau mengelok ke kiri regangannya belum pernah longgar makin kuat-makin erat dalam sorotan lampu jalan yang pucat malam menjadikan kita bayangan terbuai-buai mengikut irama...

Kera pun maklum sekarang bahawa anjing-anjing hanya tahu menyalak garang tapi tidak lagi berdaya menyerang sebab pertama perut terlalu kenyang sebab kedua terlalu leka mengunyah tulang dan nasi tuang di kolong orang. Bapak-bapak kera memberi isyarat kepada sanak saudara supaya...

i.

Aku ingin merenung tidur nyenyak kamu gambaran begitu pernah berlaku terbayang dalam tidur itu kita berteman tidur menjadi gelombang selembut rambut tangan besarku membimbing tangan kecil kamu melintas hutan belantara biru hijau di bawah suluh bulan berbagai warna berkilau menjelajah gua...

Anak Aku ingin merenung tidur nyenyak kamu gambaran begitu pernah berlaku terbayang dalam tidur itu kita berteman tidur menjadi gelombang selembut rambut tangan besarku membimbing tangan kecil kamu melintas hutan belantara biru hijau di bawah suluh bulan berbagai warna...

Dalam gelap aku berdiri sendiri harum cempaka tidak pernah kedekut aku ingin mengongsi ghairah suara katak api kunang-kunang gemerlap seperti misteri mitos dan legenda sepanjang jalan ke sini dikejut dingin embun selepas terlena kerana meriah hadir bintang ada belalang dan rama-rama...

Percakapan kita seperti para ombak — pasang surut, tenggelam timbul, deras-aman, deru-sepi — bertali-tali. berkali-kali percakapan kita seperti para ombak berlari-lari — bersembunyi di mata langit kita tetap ada — tertangkap bercanda, berbagi, bergelora —...

di sebalik dinding kau hanya meneka-neka segala derap dan kersikan dunia terus berputar melahap waktu meski kau rasakan waktumu hanya merangkak tingkap masih terkatup menafi tusukan cahaya engkau hanya bermain dengan bayang si pengacau firasatmu. Abdullah Hussaini

Biarkan malam berlarutan biarkan kelam sealam tanpa gemerlap dan gemilang bintang. Aku ingin berkeliaran bagai mergastua berlari melata merdeka memburu menyondol tanpa topeng dan sembunyi tanpa tunduk tanpa kecut. Malam peluangku hidup tiada pura mempersembah peran nyata dibuang...

Negeri ini dipenuhi cita-cita dari nun hulu ke lebar kuala dari puncak gunung ke hijau lembah dari ladang-ladang ke samudera. Cuma sedikit terkeluar sebagai kisah lebih banyak tersanggah suara kadang menjadi siat luka yang menujah dalam ke daging paksa anak-anak mengumpil herba di hutan...

dosa bulan dicatat; jari seorang penulis, antara kopi secawan dihirup langsai. bugar, malam macam burung terbang, sibuk tangan nyahkan huruf-huruf jadi ayat-ayat cengcara. pagi cakap hai dan haram matahari dilakar; jari seorang penulis, telah merah matanya besar, ego bercomolot tahi-tahi...

Negeri ini dipenuhi cita-cita dari nun hulu ke lebar kuala dari puncak gunung ke hijau lembah dari ladang-ladang ke samudera. Cuma sedikit terkeluar sebagai kisah lebih banyak tersanggah suara kadang menjadi siat luka yang menujah dalam ke daging paksa anak-anak mengumpil herba di hutan...

bukti kelahiranku ada digenggam makhluk di dalam genggamannya aku bernama kosong dan aku didaftarkan sebagai seorang anak desa yang kosong fikir, kosong angan, kosong cita, kosong harap, walau telah banyak kali dilahirkan berkali-kali semula, terpaksa memulakan kosong di luar dugaan jemaah...

“sejati...” gorenganmu laksana aroma kopi hangat yang membelai rongga hidung lirih pada redup sayup dinihari menguji kejaguhan euforia jemarimu mengkhayalkan fantasi dan aku yang tak pernah puas dengan keenakan buas memaksa jasad longlai berhayunan rela melodi ghairahmu meresap...

di kamar belasungkawa kalungan mawar adalah gerimis juga gumpalan mendung pekat bagai kumulus senja perpisahan menjadi pelita tanpa kerosin ketika ingatan, terbaring di ranjang kaku perpisahan umpama persimpangan lalu kau pilih selamat tinggal seluruh ingatan menjadi...

dalam kesenjangan musim sadis satu-persatu, sehitam kota menetas dari sarang kesibukan segalak kicau menjalar di kegelapan itu melodi kematian! syahdu dan sepi bukan pilihan untuk irama dari lorong ke jambatan untuk dendang dari jambatan ke lorong laparnya disuap kelam, sepinggan...

i.

memberi-bahagi pada awalnya sentiasa berlaku begitu mudah tidak perlu dikutis banyak terus saja menawarkan diri lahir dan wujud kami pun sudah diniatkan tujuan cuma ada waktu terasa dunia acap sekali menggunting ampun, ampun! kalau kami pernah mengerekot leher semata mahu...

namamu perlu rumah bukan lubuk sarap sampah matamu hanyir lalat malah menghindar nafasmu topeng mana kaupakai hari ini mata merah misai kelabu bibir seringai atau acah malu? mulutmu menyuguh sepelaung lara orang-orang keliru perlu dijamah kematian cintamu atau kesialan...