BUDAYA

Percakapan dua penyair

7 Okt 2019, 2:07 AM
Percakapan dua penyair

(dari Kampung Karyawan Malim ke Wangsa Maju)

I

Aku memakai rantai sumpahan di leherku sejak lahir,

menulis puisi adalah mengirim hadiah perpisahan

buat perempuan yang kucintai. Aku menjahit kegelapan

di langit sajak dan menjualnya sebagai pakaian tidur

Tidak ada jalan keluar bagiku

aku akan terus menggigit urat dagingku

membahagi ketul-ketulnya pada yang kucintai

hingga aku hanya ada jantung untuk berdegup

kali terakhir: melihat kau meratap menangis keranaku

Aku melarikan diri kerana ingin pulang

suara ibu yang memanggil namaku

terasa hampir di telinga saat aku terlena

tetapi malam memaksaku melupakan

hasrat untuk berehat

Aku akan terus mengembara, seperti bibir mencari bibir

hingga ada darah yang terlalu racun untuk kulepaskan

II

Barangkali akulah parasit yang mendampingimu

dengan senyuman dan dada berdarah, kau mempercayaiku

kau memberiku sehiris hati, tetapi aku meratahmu seluruh tubuh

Aku parasit yang menghisap segala keinginanmu pada hidup,

ketenangan kebun bunga yang memuja purnama

aku di situ menanti kekasihmu melucutkan gaunnya

Tentang persoalanmu dalam perjalanan tiada hujung ini:

sampai bila aku akan menghantui? Selamanya. Selama tubuh ini

menagih darahmu, selama itu. Aku akan berlalu setelah tubuhku tidak

perempuan lagi.

Teman penyair, antara kita siapakah yang lebih kejam?

Shafiq Said

Mentakab, Pahang