SASTERA

ISBAT

16 Ogos 2018, 8:43 AM
ISBAT

"Adakah kau merasakan tipis udara

meresap ke halkum dan parumu

diiring suam dari remang cahaya

yang tumpah ke kulit petang ini?"

Dari matamu, aku mengerti,

betapa kau ingin sekali

melihat bagaimana kenyataan

kencing mencangkung

di atas batang hidung mereka

yang pernah mentertawakanmu.

Di meja makan, kita selalu didendangkan

cerita-cerita mimpi dari yang kalau-kalau

barang puja yang diharap terhampar sendiri.

Selalunya tentang batang tubuh

selain dari yang punya suara.

"Mimpi buruk memang selalu menakutkan

tetapi, tunggu sehingga kau berdepan

dengan sebuah kenyataan yang sial.

Ketika itu, aku ingin duduk mendengar

keluhanmu, dan memakai topeng wajahmu

sendiri dari waktu yang dulu."

Lukanya kautahu akan lebih parah,

dan tak tertanggung waktu, menanti sembuh.

Ketika itulah mereka akan mengingati lagi

semua kejahatan yang telah dilakukan

walau dahulu mereka langsung tak menyedarinya.

Beza antara kita; aku tak pernah terlalu takut

untuk menyatakan maaf atau menyumpah seranah.

Rapikan dirimu sekali lagi dikejatuhan ini.

Yang bakal menjelang nanti bukan lagi

bayangan dari mimpi-mimpimu itu

sebaliknya batu keras dari luka-luka lama

tonyoh mulutmu yang datang sebagai

turus buku lima menyeringai

tak pernah kau inginkan hinggap

di kulit mukamu yang mulus.

Tentang wajahmu. Kautahu apa yang mereka bilang?

Semakin hari ia semakin berubah warna dan bentuk

perlahan-lahan bergerutu dengan ketuat dalam

sama seiras dengan wajah yang pernah kau kutuki.

Menyaksikan putaran ini mengambil tempat,

aku teringatkan kata-katamu sendiri tentang

bagaimana kita harus melakukan

banyak perkara dengan penuh semangat.

Ketika ini, dikedudukan paling tepat

untuk kau melakukan sanggahan

kau hanya belajar untuk mematahkan

semangat orang, cara halus.

Hafiz Hamzah

RusSel