BUDAYA

Sebuah Litani untuk Si Haus Tanpa Nama

4 Mei 2025, 12:30 AM
Sebuah Litani untuk Si Haus Tanpa Nama

(buat seorang teman yang dahulunya muslim)

dari tapak kasutmu yang lapuk

jejak-jejak mengarah ke logika

melintasi;

- perpustakaan Marx yang berdebu

- taman Nietzsche tempat malaikat bunuh diri

- mall ideologi yang menjual Tuhan dalam kaleng diskon

[kau bermonolog]

lihat!

telah kubuka bungkusan langit

tiada surat-surat cinta dari syurga

hanya kuitansi kosong

dari kantor Tuhan yang tutup sejak

pasca-modernisme lahir!

kauhempaskan batu voltaire

ke kiblat yang tak bergetar

lalu tidur nyenyak

dengan selimut manifesto komunis

yang terus mengigau;

“agama adalah candu...!”

sementara jiwamu

ketagihan morfin makna

[interlude: minuman yang ditolak]

kusodorkan;

secangkir zamzam (gratis)

kopi eksistensialisme (harganya: jiwa)

namun kaupesan double espresso

dengan extra shot nihilisme -

to go please,

aku terburu-buru

mengejar Tuhan

yang kabur dari museum sejarah!"

katalog penderitaanmu:

✓ lampu jalan bernama Sartre padam

✓ kunang-kunang Camus mati frostbite

✓ bayanganmu jadi cermin bisu

“kaulari dari apa?

dari bayangan-Nya

yang tak henti mengejar

di lorong-lorong capital?"

[epilog: kasir akhirat]

ambil tiket nomor 99

(keraguanmu yang tersisa)

bawa ke kaunter rahmat;

"tuan, saya mahu tukar

semua koin-koin dosa ini

dengan secuil saja

iman kadaluarsa..."

kasir tersenyum:

“kami terima

bahkan wang palsu

yang dicetak

dari kertas-kertas

syahadat yang robek.

 

Nur Cahya