i
kota basah
seakan kitab jampi
yang tertumpah dakwatnya
menara tumbuh satupersatu
seperti tiang seru
yang memanggil roh mimpi
anak desa
yang melompat dari lampu
ke lampu,
mencari bayang
yang merayap dari kubur namanya.
ii
di sini orang berjalan
dalam lingkaran serapah:
neon adalah kiblat terkini
angin memindahkan takdir
dari bahu ke bahu;
kota hanya diam
menyimpan cawan mantera
di bawah keras aspal;
membiarkan manusia
meratap cinta
yang enggan singgah
dan memuja kerja
yang tak pernah mereka seru
mungkin dunia yang tersihir
atau kita terpenggal
dari berkat cahaya.
iii
ladang masih memanggil embun
dengan asing bahasa
kota tak lagi mengingat;
doa gembala mendidih
di udara pagi
seperti asap dari periuk ghaib.
dari jendela sempit
kautumbuh
sehelai daun serapah
yang menunggu angin
untuk ritual melepaskan.
iv
barangkali kau
seperti seluruh musafir kota
sekadar pembawa peta
yang dilicinkan kabus sihir;
tetap melangkah
mengikuti luka cahayanya
sementara kota
menyulut unggun rahsia
dan membakar
semua jampi
yang segenap diam
di kelopak gelap kata.
A.A. Zailiani


