Di sana, api membakar angkasa
siluet menari antara awan kelabu
tangisan itu lagu, darah itu tinta
gegaran senyap tidak bertepi
di sini, dwirefringen menyala
jemari diseret mata dipaku
hidup masih lakonan biasa
seolah tiada yang penting hari ini
Perang bukan wayang skrin
ia darah, ia daging, ia nyawa yang mubazir
tapi kita? masih ketagih dengan kopi pagi
keluh pada pencilok jalan
bercanda di jagat maya
berjalan di jalan yang sama
seolah dunia masih dikaki sunyi
kita lalai atau memilih kenyit mata
ketika peluru jatuh
ketika rumah runtuh
ketika harapan mengaduh
kita masih menyanyi dengan kata
menyulam rajang mimpi tanpa luka
Angin ini cuba menghembus
menyapa hati kontang
menggugah jiwa khayal
biar benak dijerut alpa
sesungguhnya di balik benua
cerita perang menuntut saksama
dari si bisu yang meraung dunia
Jangan biar ini hanya cerita absurd
ada manusia menunggu peduli
jangan biar hidup hanya sakral
bukan mata penonton buta
jangan biar kita terkedu
melihat kebejatan berkuasa
berlalu bak kredit akhir
rasai-bangkit-gerak
tarian pena dimulai.
Asrizam Esam